Warga kota Ende Nusa Tenggara Timur (NTT) dihebohkan dengan tentang
pria bersisik dan wanita berwajah monyet. Kabar yang telah menggegerkan
warga sejak tiga hari lalu, bukan bualan semata. Manusia langka ini
benar-benar ada di Kota Ende.
Keduanya adalah Ari Wibawa alias Sitole (13), pria dengan tubuh penuh
sisik mirip ular serta Septiani Abdulah (11), anak perempuan yang
wajahnya mirip monyet. Sekujur tubuh Septiani mulai dari tengkuk
ditumbuhi rambut.
Sitole dan Septiani hadir di Gedung Baranuri-Ende sejak Sabtu (29/5/2010) malam. Mereka akan berada di Ende sampai dua minggu mendatang.
Sitol adalah anak sulung dari pasangan Erman dan Nur Ali berasal dari Desa Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tanggerang, Banten. Tubuh Sitole penuh sisik, mirip ular yang hendak berganti kulit. Dari telapak kaki sampai kepala semuanya bersisik. Setiap 41 hari dia berganti kulit dan kejadianya telah berlangsung sejak dia dilahirkan. Adiknya bernama Aris yang kini berusia 8 tahun kondisinya normal.
Menurut Arfan Afandi, kakek Sitole yang mendampinginya bersama pengurus Yayasan Gebyar Manusia Langka Jakarta, setiap 15 menit tubuh Sitole harus dibasahkan dengan air. Bukan hanya itu, setiap tiga jam tubuhnya harus diolesi dengan lotion merek lacticer seharga Rp 125.000/tube. Lotion ini hanya sekali pakai dan habis.Jika tak diolesi lotion, tubuh Sitole akan mengerut menyerupai patung. “Seperti mayat hidup, mirip orang yang tubuhnya terbakar. Mengeras, dia tak bisa bergerak seperti jadi kaku. Kalau dibiarkan terlalu lama, dia tak bisa bicara karena kerutan di mulutnya menjadi sangat keras,” kata Afandi kepada FloresStar di Gedung Baranuri, Senin (31/5/2010).
Jika dibiarkan mengeras terlalu lama, mengerut dan tak diberi lotion, maka akan keluar darah dari tubuh Sitole. Sitole tak bisa bicara dan bola matanya bisa tertarik ke luar. Bahkan bola mata sebelah kanan tidak berfungsi sama sekali, sementara mata kiri harus diberi obat tetes mata terus-menerus.
“Kalau tidak, dia akan rasa perih sekali. Lama-lama bisa keluar, mata sebelah kanan rusak sama sekali, sampai sekarang karena tidak dikasi obat tetes mata ketika dia rasa perih,” kata Afandi.
Pembawaan fisik Sitole, nama baru yang diberikan Yayasan Gebyar Manusia Langka, kata Afandi, terjadi sejak lahir di kampung halamannya.
Melihat tubuhnya yang bersisik tak seperti manusia normal pada umumnya, ayah dan ibunya membawanya ke RS Harapan Kita di Jakarta dan dirawat sebulan di sana. Dari RS Harapan Jakarta, Sitole dibawa orangtua dan sanak familinya ke seorang dokter di RSUD Tanggerang, Banten. Hasil pemeriksaan dokter merekomendasikan sisik pada kulit Sitole bukan penyakit, tetapi kelainan kulit. Dokter menyarankan supaya dioperasi, tetapi keluarga ini tak memiliki biaya yang cukup.
Ada sponsor yang bawa mereka keliling ke kota-kota cari dana supaya bisa beli lotion,” kata Afandi yang selalu duduk mendampingi cucunya.
Sitole dan Septiani hadir di Gedung Baranuri-Ende sejak Sabtu (29/5/2010) malam. Mereka akan berada di Ende sampai dua minggu mendatang.
Sitol adalah anak sulung dari pasangan Erman dan Nur Ali berasal dari Desa Pondok Pucung, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tanggerang, Banten. Tubuh Sitole penuh sisik, mirip ular yang hendak berganti kulit. Dari telapak kaki sampai kepala semuanya bersisik. Setiap 41 hari dia berganti kulit dan kejadianya telah berlangsung sejak dia dilahirkan. Adiknya bernama Aris yang kini berusia 8 tahun kondisinya normal.
Menurut Arfan Afandi, kakek Sitole yang mendampinginya bersama pengurus Yayasan Gebyar Manusia Langka Jakarta, setiap 15 menit tubuh Sitole harus dibasahkan dengan air. Bukan hanya itu, setiap tiga jam tubuhnya harus diolesi dengan lotion merek lacticer seharga Rp 125.000/tube. Lotion ini hanya sekali pakai dan habis.Jika tak diolesi lotion, tubuh Sitole akan mengerut menyerupai patung. “Seperti mayat hidup, mirip orang yang tubuhnya terbakar. Mengeras, dia tak bisa bergerak seperti jadi kaku. Kalau dibiarkan terlalu lama, dia tak bisa bicara karena kerutan di mulutnya menjadi sangat keras,” kata Afandi kepada FloresStar di Gedung Baranuri, Senin (31/5/2010).
Jika dibiarkan mengeras terlalu lama, mengerut dan tak diberi lotion, maka akan keluar darah dari tubuh Sitole. Sitole tak bisa bicara dan bola matanya bisa tertarik ke luar. Bahkan bola mata sebelah kanan tidak berfungsi sama sekali, sementara mata kiri harus diberi obat tetes mata terus-menerus.
“Kalau tidak, dia akan rasa perih sekali. Lama-lama bisa keluar, mata sebelah kanan rusak sama sekali, sampai sekarang karena tidak dikasi obat tetes mata ketika dia rasa perih,” kata Afandi.
Pembawaan fisik Sitole, nama baru yang diberikan Yayasan Gebyar Manusia Langka, kata Afandi, terjadi sejak lahir di kampung halamannya.
Melihat tubuhnya yang bersisik tak seperti manusia normal pada umumnya, ayah dan ibunya membawanya ke RS Harapan Kita di Jakarta dan dirawat sebulan di sana. Dari RS Harapan Jakarta, Sitole dibawa orangtua dan sanak familinya ke seorang dokter di RSUD Tanggerang, Banten. Hasil pemeriksaan dokter merekomendasikan sisik pada kulit Sitole bukan penyakit, tetapi kelainan kulit. Dokter menyarankan supaya dioperasi, tetapi keluarga ini tak memiliki biaya yang cukup.
Ada sponsor yang bawa mereka keliling ke kota-kota cari dana supaya bisa beli lotion,” kata Afandi yang selalu duduk mendampingi cucunya.
Lain lagi cerita tentang perempuan dengan wajah mirip monyet dan bulu di
badan. Septiania Abdulah (11), biasa disapa Septi, beraktivitas seperti
anak-anak normal. Putri kedua pasangan Yusuf Abdullah dan Fatma Nusi
ini asal Dumbaya Wulan, Kabupaten Bone Bolango, Propinisi Gorontalo.
Kini dia duduk di bangku kelas III SD Inpres Dumbaya Wulan.
“Dia main dengan anak-anak normal pada umumnya. Yang membedakan hanya wajahnya, terutama mulut dan hidungnya yang mirip monyet. Di tengkuk sampai ke pantat tumbuh rambut yang panjang,” kata Fatma, ibunda Septi kepada FloresStar, kemarin.
Menurut Fatma, ketika mengandung anak keduanya itu, dia tidak mengalami kelainan apapun. Usia kehamilan sampai melahirkan normal saja. Genap sembilan bulan, Fatma melahirkan anak perempuan.
“Tak ada mimpi atau gejala yang aneh-aneh. Tetapi waktu lahir, di belakang tengkuk sampai ke pantat tumbuh bulu-bulu yang panjang. Kami tak punya keturunan seperti ini,” kata Fatma. Anak sulungnya, Aprianti yang kini berusia 16 tahun dan duduk di bangku kelas I SMK, kondisi tubuhnya normal. Adiknya Remki (5) yang dibawanya ke Ende bersama Septi juga normal seperti anak-anak yang lain.
“Dia main dengan anak-anak normal pada umumnya. Yang membedakan hanya wajahnya, terutama mulut dan hidungnya yang mirip monyet. Di tengkuk sampai ke pantat tumbuh rambut yang panjang,” kata Fatma, ibunda Septi kepada FloresStar, kemarin.
Menurut Fatma, ketika mengandung anak keduanya itu, dia tidak mengalami kelainan apapun. Usia kehamilan sampai melahirkan normal saja. Genap sembilan bulan, Fatma melahirkan anak perempuan.
“Tak ada mimpi atau gejala yang aneh-aneh. Tetapi waktu lahir, di belakang tengkuk sampai ke pantat tumbuh bulu-bulu yang panjang. Kami tak punya keturunan seperti ini,” kata Fatma. Anak sulungnya, Aprianti yang kini berusia 16 tahun dan duduk di bangku kelas I SMK, kondisi tubuhnya normal. Adiknya Remki (5) yang dibawanya ke Ende bersama Septi juga normal seperti anak-anak yang lain.