 
 Sudah tak terhitung berapa banyak korban berjatuhan di sana. Legenda menyebut, itu karena ulah dendam Ratu Penguasa Laut Selatan. Tetapi penjelasan ilmiahnya bicara lain.
Kebanyakan korban adalah wisatawan domestik berusia muda, sekitar 15 –   28 tahun.
Mereka berlibur ke Pantai Laut Selatan untuk menikmati keindahan panorama bentang alam pantai, sekaligus merasakan sensasi deburan ombak yang menggelegar karena saking besarnya.
Mereka berlibur ke Pantai Laut Selatan untuk menikmati keindahan panorama bentang alam pantai, sekaligus merasakan sensasi deburan ombak yang menggelegar karena saking besarnya.
Mendadak sontak  segala keceriaan musnah. Yang tertinggal hanya kepedihan  akibat  jatuhnya korban jiwa karena tergulung ombak dan terseret arus  Pantai  Laut Selatan yang terkenal ganas dan tidak terduga.
Lantas muncul sejumlah pertanyaan, apa penyebab utama terjadinya  musibah  itu? Siapa yang harus bertanggung jawab? Apa yang mesti  dilakukan agar  hal serupa tidak terulang? Bagaimanapun, evaluasi atas  peristiwa itu dan tindak lanjutnya jangan  sampai menjadi  kontraproduktif, khususnya bagi dunia pariwisata, dan  mengurangi  kecintaan terhadap pantai dan bahari. 
Meski dengan data minim, pihak  berwenang telah mencoba menjelaskan, ada  tiga faktor penyebab  terjadinya musibah itu. Wisatawan kurang disiplin  mematuhi rambu-rambu  larangan berenang yang dipasang oleh petugas.  Kurangnya jumlah petugas  penjaga pantai. Minimnya peralatan dan  perlengkapan untuk mengawasi  pantai.
Ketiga biang keladi itu bermuara kepada kesalahan manusia (human  error).  Ya, wisatawan, ya, petugas. Sedangkan penyebab alamiahnya belum   terungkap.
Diambil Nyi Loro Kidul
Perihal musibah itu, penduduk setempat mempunyai jawaban sederhana, yakni para korban dipilih oleh Nyi Loro Kidul sebagai tumbal Laut Selatan. Menurut kepercayaan mereka, para korban mungkin keturunan selir Prabu Siliwangi yang akan dijadikan budak atau balatentara Ratu Laut Selatan. Itu sebabnya korban biasanya masih muda belia. Boleh percaya boleh tidak. Namun, legenda Penguasa Laut Selatan itu hidup secara turun-temurun di sanubari masyarakat Pulau Jawa, khususnya kaum nelayan dan penduduk sepanjang pantai selatan Pulau Jawa (di tengah masyarakat itu terdapat banyak versi yang berkaitan dengan legenda Penguasa Laut Selatan – Red). Menurut legenda masyarakat pesisir selatan Jawa Barat, Nyi Loro Kidul adalah penjelmaan dari Putri Kadita, salah satu putri tercantik Prabu Siliwangi.
Perihal musibah itu, penduduk setempat mempunyai jawaban sederhana, yakni para korban dipilih oleh Nyi Loro Kidul sebagai tumbal Laut Selatan. Menurut kepercayaan mereka, para korban mungkin keturunan selir Prabu Siliwangi yang akan dijadikan budak atau balatentara Ratu Laut Selatan. Itu sebabnya korban biasanya masih muda belia. Boleh percaya boleh tidak. Namun, legenda Penguasa Laut Selatan itu hidup secara turun-temurun di sanubari masyarakat Pulau Jawa, khususnya kaum nelayan dan penduduk sepanjang pantai selatan Pulau Jawa (di tengah masyarakat itu terdapat banyak versi yang berkaitan dengan legenda Penguasa Laut Selatan – Red). Menurut legenda masyarakat pesisir selatan Jawa Barat, Nyi Loro Kidul adalah penjelmaan dari Putri Kadita, salah satu putri tercantik Prabu Siliwangi.
Syahdan pada masa Prabu Siliwangi memerintah di Kerajaan Pajajaran,  ia  memiliki seorang permaisuri cantik dan sejumlah selir. Suatu ketika  sang  permaisuri melahirkan anak perempuan cantik pula, bahkan melebihi   kecantikan ibundanya. Ia dinamai Putri Kadita, putri nan cantik jelita.  Kebaikan hati dan kecantikan Putri Kadita menimbulkan rasa iri para   selir yang takut tersisih dari hadapan Prabu Siliwangi. Mereka   bersekongkol menghancurkan kehidupan Putri Kadita dan ibunya. Keduanya   diguna-guna hingga menderita sakit kulit yang sangat parah di sekujur   tubuh. Di bawah pengaruh sihir para selir, Prabu Siliwangi pun mengusir   keduanya dari keraton karena dikhawatirkan mereka akan mendatangkan   malapetaka bagi kerajaan.
Dalam kondisi mengenaskan, Putri Kadita dan ibunya pergi tanpa tujuan   yang jelas. Sang permaisuri tewas dalam pengembaraan, sedangkan Putri   Kadita terus berjalan ke selatan sampai akhirnya tiba di sebuah bukit   terjal di Pantai Karanghawu dengan deburan ombak dahsyat dan pemandangan   alam yang indah. Karena amat kelelahan, Putri Kadita tertidur pulas.  Dalam tidur ia bermimpi bertemu dengan orang suci yang menasihati agar   sang putri menyucikan diri dengan melompat ke laut untuk mendapatkan   kesembuhan, mengembalikan kecantikannya, sekaligus beroleh kekuatan   supranatural untuk membalas penderitaan yang dia alami.
Begitu terbangun, tanpa ragu Putri Kadita melompat dari tebing curam  ke  tengah gulungan ombak, dan tenggelam ke dasar Laut Selatan. Mimpinya  pun  menjadi kenyataan. Selain sembuh dan kembali cantik, ia juga  beroleh  kekuatan supranatural serta keabadian. Namun, sang putri harus  tetap  bersemayam di Laut Selatan. Sejak itu ia menjelma menjadi Nyi  Loro Kidul  (loro = derita, kidul = selatan), sang Ratu Penguasa Laut  Selatan.  Konon banyak nelayan yang secara tidak terduga (bahasa Sunda:  kawenehan)  melihat sosok putri cantik jelita yang tiba-tiba muncul dari  balik  gulungan ombak. Dengan kekuatan supranaturalnya Nyi Loro Kidul  acap membalas dendam atas  penderitaan yang pernah dia alami dengan  meminta korban, khususnya  keturunan para selir Prabu Siliwangi yang  pernah menyakitinya. Benarkah  demikian? Entahlah.
Untuk meredam kemarahan Nyi Loro Kidul, setiap 6 April nelayan   Pelabuhanratu melakukan Upacara Laut berupa persembahan kepala kerbau   dan sesaji lain. Tujuannya, agar mendapat keselamatan, perlindungan, dan   hasil tangkapan ikan yang melimpah. Sebagai upaya melestarikan legenda   itu, Samudera Beach Hotel di Pelabuhanratu pun menyediakan kamar  khusus  bernomor 308 sebagai tempat peristirahatan sang Ratu.
Gabungan gelombang
Sudut pandang ilmiahnya tentu saja tidak seperti cerita di atas. Bila disimak, kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa lebih banyak terjadi di pantai landai berpasir dibandingkan dengan pantai terjal berbatu. Ini dapat dipahami mengingat wisatawan yang berenang umumnya terkonsentrasi di kawasan pantai landai berpasir. Sedangkan mereka yang berkunjung di pantai terjal berbatu biasanya tidak berani berenang, hanya bersantai ria sambil menikmati panorama pantai dari ketinggian. Mengapa justru pantai landai berpasir yang sering meminta korban jiwa? Dengan analisis melalui pendekatan ilmu kebumian (geologi) dapat ditafsirkan, penyebab utama kecelakaan itu adalah kombinasi antara gulungan ombak dan seretan arus. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu karakter ombak, konfigurasi dasar laut, dan mekanisme interaksi kedua faktor itu.
Sudut pandang ilmiahnya tentu saja tidak seperti cerita di atas. Bila disimak, kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa lebih banyak terjadi di pantai landai berpasir dibandingkan dengan pantai terjal berbatu. Ini dapat dipahami mengingat wisatawan yang berenang umumnya terkonsentrasi di kawasan pantai landai berpasir. Sedangkan mereka yang berkunjung di pantai terjal berbatu biasanya tidak berani berenang, hanya bersantai ria sambil menikmati panorama pantai dari ketinggian. Mengapa justru pantai landai berpasir yang sering meminta korban jiwa? Dengan analisis melalui pendekatan ilmu kebumian (geologi) dapat ditafsirkan, penyebab utama kecelakaan itu adalah kombinasi antara gulungan ombak dan seretan arus. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu karakter ombak, konfigurasi dasar laut, dan mekanisme interaksi kedua faktor itu.
Karakter ombak laut (wave) di pesisir selatan Pulau Jawa, mulai dari   pesisir Blambangan di Jawa Timur hingga Ujung Kulon di Propinsi Banten,   umumnya berenergi tinggi dengan ombak besar. Ini karena pantai   berbatasan langsung dengan laut lepas. Berdasarkan teori, ada tiga   faktor pemicu terjadinya ombak, yaitu arus pasang-surut (swell), angin   pantai (local wind), dan pergeseran (turun-naik) massa batuan di dasar   samudera. Di pantai selatan Pulau Jawa, kombinasi antara gelombang  pasang surut  dan angin lokal yang bertiup kencang, khususnya saat musim  Barat, akan  menimbulkan ombak besar. Di tempat-tempat tertentu,  penggabungan  (interference) antara gelombang swell dengan gelombang  angin lokal –  misalnya di Cimaja, Pelabuhanratu, atau di Karangbolong,  Surade – dapat  terbentuk ombak setinggi 2 – 3 m. Jenis ombak lain yang  sangat berbahaya  di Pantai Selatan adalah gelombang tsunami. Gelombang  ini dipicu oleh  pergeseran naik-turunnya massa batuan di dasar  samudera. Interaksi  antara ketiga jenis gelombang (swell, gelombang  angin lokal, dan  tsunami) itu diyakini dapat menghasilkan gelombang  dahsyat yang  tiba-tiba datang menyapu pantai.
Bentuk morfologi dasar laut di sejumlah lokasi Pantai Selatan juga   sangat memungkinkan terjadinya hempasan gelombang dahsyat ke pantai yang   sekaligus memicu terjadinya arus seretan. Sebagai pantai yang  mengalami pengangkatan (uplifted shoreline) dengan  proses abrasi cukup  kuat, profil pantai selatan umumnya memiliki zone  pecah gelombang  (breaker zone) dekat garis pantai. Akibatnya, zone  paparan (surf zone)  menjadi sempit. Bila terjadi interferensi gelombang,  maka atenuasi  ombak akan terjadi sehingga membentuk gelombang besar.  Karena daerah  paparannya sempit, meski gelombang akan pecah di zone  pecah gelombang,  hempasan ombaknya masih dapat menyapu pantai dengan  energi cukup kuat.
Sistem arus di pantai dipicu oleh hadirnya arus di lepas pantai  (coastal  current) sebagai akibat sirkulasi air laut global. Dalam  pergerakannya  arus lepas pantai mengalami perubahan arah (deviasi)  menjadi arus  sejajar pantai (longshore current) akibat adanya  semenanjung dan teluk. Arus balik (rip current) menuju laut sering  muncul di teluk akibat arus  sejajar pantai yang berlawanan. Kekuatan  arus balik ini akan bertambah  bila dasar laut memiliki jaringan parit  dasar laut (runnel atau trough).  Jaringan parit merupakan saluran  tempat kembalinya sejumlah besar  volume air yang terakumulasi di  pantai, khususnya di zone paparan dan  zone pasang surut (swash) ke  laut.
Arus balik tidak bergerak di permukaan karena pergerakannya terhalang   hempasan ombak yang datang terus-menerus. Arus balik ini diperkirakan   menjadi penyebab utama tewasnya korban yang sedang berenang di pantai.   Karena selain memiliki daya seret kuat, arah gerakannya pun bersifat   menyusur dasar laut menuju tempat yang lebih dalam.
Terjepit celah karang
Secara rekonstruktif diperkirakan, peristiwa terseretnya korban yang sedang berenang, diawali dengan hempasan dan gulungan ombak cukup kuat sehingga arus putar (turbulence current) pecahan ombak membuat korban terpental ke dasar laut. Hantaman ombak menyebabkan kepanikan sehingga koordinasi gerak tubuh menjadi kacau. Benturan kepala dengan benda keras pun dapat terjadi. Akibatnya, korban tak sadarkan diri. Pada saat bersamaan arus balik langsung menyeret korban melalui jaringan parit dasar laut. Dalam waktu relatif singkat ia akan kehilangan kesadaran karena terjadi perubahan tekanan air laut secara tiba-tiba. Korban dengan cepat kehilangan panas tubuh (hipotermia), dan akhirnya tewas.
Secara rekonstruktif diperkirakan, peristiwa terseretnya korban yang sedang berenang, diawali dengan hempasan dan gulungan ombak cukup kuat sehingga arus putar (turbulence current) pecahan ombak membuat korban terpental ke dasar laut. Hantaman ombak menyebabkan kepanikan sehingga koordinasi gerak tubuh menjadi kacau. Benturan kepala dengan benda keras pun dapat terjadi. Akibatnya, korban tak sadarkan diri. Pada saat bersamaan arus balik langsung menyeret korban melalui jaringan parit dasar laut. Dalam waktu relatif singkat ia akan kehilangan kesadaran karena terjadi perubahan tekanan air laut secara tiba-tiba. Korban dengan cepat kehilangan panas tubuh (hipotermia), dan akhirnya tewas.
Bila di lokasi pantai landai berpasir banyak terumbu karang yang  telah  mati atau batuan keras menjorok ke laut – seperti di Karanghawu,  Cisolok  – potensi jatuh korban jiwa akan bertambah, karena jaringan  parit dasar  laut dapat terbentuk di celah-celah karang. Pada beberapa  kasus, korban  terseret arus balik kemudian terjepit di antara  celah-celah karang.  Tubuh korban pun tidak muncul kembali ke permukaan.  Ada beberapa hal penting yang dapat dilakukan. Untuk kepentingan   pariwisata, legenda Nyi Loro Kidul tetap perlu dilestarikan, karena   merupakan salah satu daya tarik budaya berbau mistik yang cukup   disenangi wisatawan (domestik). 
Namun, perlu diusulkan penambahan   petugas dan peralatan untuk penjaga pantai, khususnya di kawasan rawan   kecelakaan. Pelaksanaannya dapat dilakukan melalui kerja sama dengan   pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, pihak keamanan, dan sebagainya.
Dalam jangka panjang, dapat dilakukan suatu studi rinci di beberapa   kawasan untuk mengidentifikasi faktor-faktor alam penyebab kecelakaan   pantai secara terpadu dan multidisiplin ilmu. Misalnya, melakukan   pemetaan batimetri dasar laut sekitar pantai, lengkap dengan jaringan   parit bawah lautnya.
 Informasi itu selanjutnya disosialisasikan kepada   masyarakat, khususnya wisatawan, melalui media komunikasi tertulis   (leaflet) maupun media elektronik (radio, TV, Internet).
Tentu saja dengan harapan tak lagi ada kaum muda yang tewas ditelan Laut Selatan.
 Share
Share


